Orba Bergentayangan, Maaf! Anies Baswedan Harus Dijauhi










Pasca reformasi, doktrin-doktrin Soeharto dengan pelan dikubur. Namun orang-orang yang haus kekuasaan justru masih ada yang mempertahankannya dengan kemasan yang berbeda. Hal semacam ini sudah diingatkan oleh Alm.Gusdur, akan tetapi sebagian dari mereka tidak mengindahkannya, bahkan melengserkannya.



Begitu banyak orang-orang yang lantang suaranya untuk menuju reformasi dan mengakhiri rezim Orde Baru, namun pada akhirnya tidak sedikit yang mengkhianati perjuangan tersebut. Hari ini apa yang telah dibuat oleh Soeharto semacam Politik Identitas kembali muncul kepermukaan dan begitu massive disebarkan lewat teknologi.



Perkara yang terjadi belakangan ini adalah cerita lama, bukan hanya tentang Pilkada DKI dan Ahok semata. Era Jokowi dan Ahok, struggle class tidak lagi menjadi pusat perhatian, karena keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mulai terpenuhi meski belum sempurna, pembangunan sesuai mandat Trisakti dan Nawacita yang membangun dari pinggiran dengan pelan tapi pasti mulai dilakukan. Hal ini maka yang haus kekuasaan akan menggunakan cara lama karya Soeharto yaitu politik identitas dan sektarianisme agama. Sederhananya, agama kembali dijadikan rudal sekaligus kambing hitam.

Persis. Kalau dulu di rezim Orba, slogan yang palung populer dan terus dijejali adalah “Komunis anti agama”, “Komunis pembunuh para ulama”. Akan tetapi 1965 pembantaian luar biasa yang juga merupakan salah satu terbesar di dunia dibanggakan dan dijadikan sebuah keberhasilan. Sementara Soeharto yang bisa diadili dalam hukum Internasional atas pelanggaran HAM terbesar itu, justru dapat tersenyum riang. Hal ini tentunya barang mustahil jika tidak ada beking dari yang membenci ideologi sosialis yaitu ideologi capitalis dan imperium barat, sebut saja Amerika Serikat. Sementara sejarah Nusantara mencatat justru paham sosialis tumbuh dan besar ditangan para santri.





Agama oleh rezim Soeharto dikhianati, dijadikan senjata sekaligus kendaraan politik. Soeharto paham bahwa untuk bertahan dalam kekuasaan tidak bisa hanya mengandalkan tentara. Politik Identitas dan hegemoni media terus ia lakukan.
Pilkada DKI apa yang terjadi di era Orba dimunculkan kembali.




Isu SARA yang digerakkan oleh ormas radikal dan fundamentalis, langsung saja dimanfaatkan oleh Anies Baswedan, situasi yang telah matang ini segera disiasati. SARA yang begitu massive serta teriakan kafir, komunis, plus syiah, membanjiri jalanan ibu kota dan ditumpakan ke dalam media. Sambil diiringi sholawat nabi dan merasa paling benar, Orde Baru dilahirkan kembali di era demokrasi, yang juga diikuti oleh para elite politik muslim yang bernafsu kekuasaan. Anies Baswedan berada ditengah mereka demi ambisi kuasa.





Sedangkan Anies Baswedan seorang yang memposisikan diri sebagai intelektual muslim moderat, tampak menggadaikan diri secara sadar sekaligus sengaja. Tidak konsistennya sikap Anies maka segala cara pun akan ia tempuh demi tujuan politiknya tercapai. Ironisnya sentimen agama tetap ia pakai. Maka Rizieq Shihab yang ngomong sesuka hatinya harus dijadikan kawan sejati. Meski beragam kasus sedang ia (RS) hadapi.



Semua ini jelas memperlihatkan Anies dan timnya “memakai” metode Orba Soeharto. Instrumen Soeharto yang menjinakan agama lalu dipakai untuk membungkam kalangan kritis yang bangkit, baik kelompok Islam ataupun Sekuler. Nama Cendana, Titiek Soeharto, Tommy Soeharto kembali muncul kepermukaan. Kemudian juga berbaris gerakan radikal didekatnya. Anies Baswedan seperti membangkitkannya.




Teriakan China, Kafir, Komunis, Syiah, adalah kedok untuk membangkitkan rezim Orba ala Soerhato, diktator terkorup sekaligus pelanggar HAM terbesar yang tujuannya adalah kekuasaan. Hal ini bukan saja dipakai dalam Pilkada DKI tetapi juga pada Pilpres 2014 yang lalu, dimana Jokowi juga diserang isu SARA.




Jangankan orang hidup yang dihujami kebencian untuk menjatuhkan lawan, orang mati pun sanggup mereka musuhi, dengan cara ekstrem yaitu menolak mensholatkan jenazah. Atas nama agama, tak sedikit diantara mereka yang mengamini.





Anies Baswedan bukan saja manusia “bunglon” tapi secara sadar ia ikut membangkitkan rezim Orba. Rezim yang sangat dibenci oleh kita semua, karena 32 tahun disengsarakan dan demokrasi dimasukkan ke dalam jurang yang terdalam.



Tentang Soeharto yang pernah berpaling dan membunuh sekian banyak orang Islam di masa lampau, mungkin tidak akan berpengaruh pada Anies Baswedan karena akan hanya dianggap kabar burung yang sengaja dikicaukan menjelang putaran kedua Pilkada DKI. Lihat saja Titiek Soeharto, dimana ia berbelok merapat ke Anies sementara partai tempat ia berdiri mendukung paslon No.2. Lihat saja Tommy Soeharto yang menjadi otak pembunuhan hakim agung tampak mesra dengan Rizieq Shihab dan Anies Baswedan.



Orba kian bergentayangan, dan Anies seperti membangkitkannya. Dengan demikian, maaf! Anies Baswedan harus segera dijauhi dari kursi kekuasaan, jika ia menjadi pemimpin tidak menutup kemungkinan yang bergentayangan akan menjadi nyata terwujud.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »